Tuesday, December 23, 2008

ALAT BUKTI SAKSI

(Lanjutan : PEMBUKTIAN DI MUKA PERSIDANGAN)

Saksi ialah orang yang memberikan keterangan di muka sidang, dengan memenuhi syarat-syarat tertentu, tentang suatu peristiwa atau keadaan yang ia lihat, dengar dan ia alami sendiri, sebagai bukti terjadinya peristiwa atau keadaan tersebut. Bukti saksi diatur dalam pasal 168 – 172 HIR. Adapun syarat-syarat saksi, yakni terdiri dari syarat formil dan materiil.

a. Syarat formil saksi ialah:

1) Berumur 15 tahun ke atas
2) Sehat akalnya
3) Tidak ada hubungan keluarga seadarah dan keluarga semenda dari salah satu pihak menurut keturunan yang lurus, kecuali undang-undang menentukan lain
4) Tidak ada hubungan perkawinan dengan salah satu pihak dengan meskipun sudah bercerai
5) Tidak ada hubungan kerja dengan salah satu pihak dengan menerima upah, kecuali Undang-undang menentukan lain
6) Menghadap di persidangan
7) Mengangkat sumpah menurut agamanya
8) Berjumlah sekurang-kurangnya dua orang untuk kesaksian suatu peristiwa, atau dikuattkan dengan alat bukti lain (pasal 169 HIR), kecuali mengenai perzinaan.
9) Dipanggil masuk ke ruang sidang satu demi satu (pasal 144 (1) HIR).
10) Memberikan keterangan secara lisan (pasal 147 HIR).

b. Syarat materiil saksi ialah:
  1. Menerangkan apa yang dilihat, ia dengar dan ia alami sendiri (pasal 171 HIR / 308 R.Bg)
  2. Diketahui sebab-sebab ia mengetahui peristiwanya.
  3. Bukan merupakan pendapat atau kesimpulan saksi sendiri
  4. Saling bersesuaian satu sama lain (pasal 170 HIR)
  5. Tidak bertentangan akal sehat.

Kewajiban saksi ada tiga, yaitu:

  1. Menghadiri sidang sesuai panggilan
  2. mengangkat sumpah sesuai agamanya
  3. Memberikan keterangan sesuai dengan apa yang ia lihat, dengar dan alami.

Apabila saksi telah memenuhi syarat formil dan materiil, maka ia mempunyai nilai pembuktian bebas. Hakim bebas menilai kesaksian itu sesuai dengan nuraninya. Hakim tidak terikat dengan keterangan saksi. Hakim dapat menyingkirkannya asal dipertimbangkan dengan cukup berdasarkan argumentasi yang kuat.

Dalam hal menimbang harga kesaksian Hakim harus menumpahkan perhatian sepenuhnya tentang permufakatan dari saksi-saksi, cocoknya kesaksian-kesaksian dari yang diketahui dari tempat lain tentang perkara yang diperselisihkan, tentang sebab – sebab yang mungkin ada pada saksi itu untuk menerangkan dengan cara begini atau begitu, tentang perikelakuan atau adat dan kedudukan saksi, dan pada umumnya segala hal yang dapat menyebabkan saksi itu dapat dipercaya atau tidak (pasal 172 HIR). Unus testis nulus testis (pasal 169 HIR/306 R.Bg) artinya satu saksi bukan saksi. Saksi yang hanya seorang diri belum dapat dijadikan dasar pembuktian, melainkan hanya bernilai sebagai bukti permulaan. Oleh sebab itu harus disempurnakan dengan alat bukti lain seperti sumpah atau lainnya.
Testimonium de auditu (pasal 171 HIR) ialah kesaksian yang diperoleh secara tidak langsung dengan melihat, mendengar, dan mengalami sendiri melainkan melalui orang lain. Dalam bahasa fiqih disebut istifadhoh, pada dasarnya tidak dilarang mendengarkan kesaksian mereka.

ALAT BUKTI PERSANGKAAN

Ialah kesimpulan yang ditarik dari suatu peristiwa yang telah dikenal atau dianggap terbukti kea rah suatu peristiwa yang tidak dikenal atau belum terbukti, baik yang berdasarkan undang-undang atau kesimpulan yang ditarik oleh hakim. (pasal 173 HIR, 1916 BW). Ada dua macam bukti persangkaan:
1. Persangkaan yang berupa kesimpulan berdasarkan undang-undang.
2. Persangkaan yang berupa kesimpulan yang ditarik oleh hakim dari keadaan yang timbul di persidangan.

Karena persangkaan bukan merupakan bukti yang berdiri sendiri melainkan berpijak pada kenyataan lain yang telah terbukti, maka untuk menyusun bukti persangkaan harus dibuktikan dahulu fakta-fakta yang mendasarinya.
Apabila fakta-fakta yang mendasarinya telah dibuktikan maka hakim dapat menyusun bukti persangkaan dalam pertimbangan hukumnya sesuai hukum berfikir yang logis, dengan memenuhi syarat-syaratnya.

ALAT BUKTI PENGAKUAN

Ialah pernyataan seseorang tentang dirinya sendiri, bersifat sepihak dan tidak memerlukan persetujuan pihak lain. Pengakuan sebagai alat bukti diatur dalam pasal 174, 175, 176, HIR, pasal 311, 312, 313 R.Bg. Pengakuan dapat diberikan di muka hakim di persidangan atau di luar persidangan. Selain itu, pengakuan dapat pula diberikan secara tertulis maupun lisan di depan sidang. Ada beberapa bentuk pengakuan, yakni:
1) Pengakuan murni di depan sidang
2) Pengakuan dengan kualifikasi
3) Pengakuan dengan klausula
4) Pengakuan tertulis
5) Pengakuan lewat kuasa hukum
6) Pengakuan lisan di luar sidang
7) Pengakuan dalam sengketa perkawinan

1 comment:

  1. saya sangat suka dengan tulisannya mas bro, hanya saja mohon pasal didalam RBg juga di cantumkan jangan hanya HIR saja...( by suara dari luar jawa dan madura)

    ReplyDelete