(Lanjutan : PEMBUATAN BERITA ACARA SIDANG PENGADILAN AGAMA)
Jawaban tergugat bias terdiri dari dua macam, yakni pertama jawaban yang tidak langsung mengenai pokok perkara yang disebut dengan eksepsi. Kedua, jawaban tergygat mengenai pokok perkara (verweer ten principle)
Arti harfiah eksepsi adalah tangkisan, sedangkan pengertiannya adalah suatusanggahan atau tangkisan yang dilakukan tergugat terhadap gugatan penggugat dimuka sidang Pengadilan Agama dan sanggahan tersebut tidak mengenai pokok perkara. Istilah lain bagi tergugat yang mengajukan sanggahan (eksepsi) adalah disebut “excipient”, maksud pengajuan eksepsi adalah agar hakim menetapkan gugatan tidak diterima atau ditolak. 229
Untuk memudahkan pemahaman kita dalam memaknai eksepsi, maka eksepsi dibedakan menjadi dua macam, yakni:
1. Eksepsi Formil (“Prosessual eksepsi”)
Eksepsi formil adalah eksepsi yang berdasar pada hukum formal (Hukum acara) yang berlaku.
Hukum formil meliputibeberapa bentuk, yaitu :
1.a. Eksepsi mengenai kewenangan absolut.
Kewenangan absolut ini diatur dalam Pasal: 125 ayat (2), 134 dqn Pasal 136 HIR, / Pasal : 149 ayat (2) dan Pasal. 162 RBG. Istilah lain eksepsi absolut adalah attributief exceptie. Sedang yang dimaksud dengan eksepsi absolut ialah pernyataan ketidakwenangan suatu pengadilan untuk menerima, memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang sebenarnya menjadi kewenangan pengadilain lain dalam lingkungan peradilan yang berbeda.
Eksepsi absolut dapat diajukan di setiap saat dan disetiap tahap pemeriksaan, walaupun tidak diminta oleh pihak tergugat (Exepient), namun hakim secara ex ofisio harus menyatakan dirinya tidak berwenang memeriksa perkara tersebut. Apabila eksepsi tehadap kompetensi absolut disetujui, maka putusan dinyatakan secara negatif bahwa pengadilan tidak berwenang , bila eksepsi terhadap kompetensi absolut tidak disetujui maka hakim melalui putusan sela menyatakan eksepsi ditolak atau diputus bersamaan dengan pokok perkara pada putusan ahir.
Apabila eksepsi terhadap kewenangan absolut diterima, maka hakim akan menjatuhkan putusan (bukan bentuk penetapan) sebagai berikut :
- Mengabulkan eksepsi tergugat.
- Menyatakan bahwa eksepsi tergugat adalah tepat dan beralasan.
- Menyatakan pula bahwa pengadilan Agama tertentu tidak berwenang mengadili perkara tersebut.
- Menghukum penggugat untuk membayar biaya dalam perkara ini yang hingga saat ini diperhitungkan sebanyak sekian.
Putusan tersebut adalah merupakan putusan akhir (eind vonnis) dan dapat dimintakan banding atau kasasi. Karena berbentuk putusan akhir maka penggugat dapat melakukan upaya banding terhadap putusan yang telah mengabulkan eksepsi tersebut.
Apabila eksepsi tersebut tidak diterima, maka hakim akan menjatuhkan putusan sela sebagai berikut :
- Sebelum memutus pokok perkara.
- Menolak eksepsi tergugat tersebut.
- Menyatakan bahwa Pengadilan Agama tertentu berwenang mengadili perkara tersebut.
- Memerintahkan kepada kedua belah pihak untuk melanjtkan perkaranya.
- Menangguhkan putusan tentang biaya perkara hingga putusan akhir.
1.b. Eksepsi mengenai kompetensi relatif.
Kewenangan relatif ini diatur dalam Pasal 118 dan 133 HIR / pasal 142 dan 159 RBG, istilah lain eksepsi relatif adalah distributief exeptie. Sedang yang dimaksud dengan eksepsi relatif adalah ketidak wewenangannya suatu pengadilan untuk menerima, memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang sebenarnya menjadi kewenangan pengadilan lain dalam lingkungan peradilan yang sama.
Berbeda dengan eksepsi absolute, bahwa eksepsi relatif harus diajukan pada sidang pertama, atau pada kesempatan pertama dan eksepsi dimuat bersama-sama dengan jawaban, bila eksepsi kompetensi relatif disetujui, maka pengajuan gugatan dinyatakan tidak dapat diterima.
Manakala eksepsi terhadap kompetensi relatif tidak disetujui, maka hakim memutus hal tersebut bersamaan dengan pokok perkara, dan tidak tertutup kemungkinan exipient untuk banding yang diajukan berasama dengan putusan pokok perkara.234
Dalam perkara perceraian, jika perkara perceraian diajukan ke Pengadilan Agama yang tidak berwenang maka hakim secara ex officio harus menyatakan diri tidak berwenang , hal ini dimaksudkan untuk melindungi hak istri.235
Apabila eksepsi ini tidak disetujui maka perkara diperiksa dan diputus dengan “putusan sela“. Upaya hukum terhadap putusan eksepsi ini dapat dilakukan hanya bersama-sama putusan pokok perkara, Tetapi jika eksepsi ini disetujui, maka gugatan penggugat dinyatakan tidak diterima dan pemeriksaan terhadap pokok perkara dihentikan.
Bagi pihak yangtidak puas dengan putusan eksepsi relatif, dapat mengajukan banding.236.
Eksepsi relatif terdiri dari beberapa macam, namun tidak disebutkan dalam HIR. Walaupun demikian dalam praktek dipergunakan juga dalam beracara di Pengadilan Agama, beberapa macam eksepsi relatif tersebut antara lain adalah :
1.c. Eksepsi Nebis in idem (eksepsi van gewijsde zaak).
Suatu perkara tidak dapat diputus dua kali, sehingga suatu perkara yang sama antara pihak-pihak yang sama di pengadilan yang sama pula, tidak dapat diputus lagi. Apabila hal itu diajukan lagi oleh salah satu pihak maka pihak lain dapat menangkisnya dengan alasan “Nebis in idem”.
1.d Eksepsi Diskualifikator.
Yaitu eksepsi yang menyatakan bahwa penggugat tidak mempunyai hak untuk mengajukan gugatan atau permohonan, atau kemungkinan salah penggugat menentukan tergugat baik mengenai orangnya dan/identitasnya.
1.e. Eksepsi Obbscurlible.
Eksepsi dilakukan karena adanya suatu kekaburan surat gugatan yang diajukan penggugat, kekaburan bias jadi karena tidak dapat dipahami mengenai susunan kalimatnya, formatnya, atau hubungan satu dengan lainnya tidak saling mendukung bahkan bertentangan.
2. Materiil Exceptie.
Yaitu eksepsi yang diajukan oleh pihak tergugat atau termohon betrdasarkan hukum materiil atau eksepsi yang langsung mengenai materi perkara atau bantahan terhadap pokok perkara (verweer ten principale). Eksepsi materiil ini dibedakan menjadi :
2.a. Prematoir Exeptie.
Yaitu eksepsi yang menyatakan bahwa tuntutan penggugat belum dapat dikabulkan karena belum memenuhi syarat menurut hukum. Misalnya alasan perkara gugatan belum memenuhi waktu yang ditetapkan oleh Undang-undang atau apa yang digugat masih bergantung pada syarat-syarat tertentu (aan banging geding subjudice).
Contoh perkara gugat cerai karena pelanggaran ta’liq talak yang diajukan istri, dengan tuduhan suami selama tiga bulan tidak memberikan nafkah baginya, padahal suami tidak memberikan nafkah kurang dari tiga bulan sebagaimana alasan yang dibuat istri sebagai penggugat.
2.b. Dilatoir Exceptie.
Adalah Eksepsi yang menghalangi dikabulkannya gugatan, misalnya oleh karena gugatan telah diajukan lampau waktu, seperti gugatan telah lampau waktu (verjaarch), nafkah istri yang terhutang telah terhapus dengan rujuknya suami, dan sebagainya..
Bahan PDH Pegawai Mahkamah Agung dan Pengadilan
5 years ago
No comments:
Post a Comment