Wednesday, December 24, 2008

Hak Ingkar (Wraking) Terhadap Hakim

(Lanjutan : UPAYA PERDAMAIAN)

Pihak yang diadili mempunyai hak ingkar terhadap hakim yang mengadili perkaranya. Yang dimaksud dengan hak ingkar adalah hak seseorang yang diadili untuk mengajukan keberatan yang disertai dengan alas an terhadap seorang hakim yang mengadili perkaranya.
Sesungguhnya tanpa harus menunggu permohonan hak ingkar dari pihak yang berperkara maupun dari ketua pengadilan, hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau isteri meskipuntelah bercerai. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin peradilan yang obyektif dan tidak memihak.
Apabila diketahui hakim yang akan menyidangkan terkait hubungan-hubungan sebagai mana tersebut di atas dengan pihak-pihak yang berperkara dan tidak mengundurkan diri, maka Ketua Pengadilan Agama harus memerintahkan hakim tersebut untuk mundur. Apabila hakim tersebut adalah ketua pengadilan sendiri, maka perintah pengunduran dilakukan oleh Ketua Pengadilan Tingkat Banding, apabila hakim yang seharusnya mengundurkan diri masih tetap melakukan pemeriksaan dan sampai pada putusan, maka perkara harus segera diperiksa dan diputus ulang dengan susunan majelis yang berbeda, dan putusan yang telah terlanjur diucapkan menjadi batal demi hukum.

F. 3. Perubahan Gugatan
Perubahan bias berarti menambah, mengurangi bahkan bias jadi mencabut gugatan. Hal ini bias dilakukan penggugat, dengan ketentuan harus diajukan pada sidang pertama yang dihadiri pihak tergugat dalam persidangan, namun demikian harus ditawarkan kepada pihak tergugat untuk melindungi haknya, dikecualikan dalam hal pencabutan, yakni gugatan dapat dicabut secara sepihak jika perkara belum diperiksa, tetapi jika perkara sudah diperiksa dan tergugat telah memberikan jawaban, maka pencabutan perkara harus mendapat persetujuan dari tergugat.
Perubahan yang bersifat menyempurnakan, menegaskan atau menjelaskan surat gugatan adalah diperbolehkan, demikian juga dalam hal mengurangi tuntutan, menurut putusan kasasi Nomor 209 K/Sip/1970 tanggal 6 Maret 1971, bahwa perubahan gugatan tidak bertentangan dengan asas-asas hukum perdata, dengan catatan tidak mengubah atau menyimpang dari kejadian materiil, walaupun tidak ada tuntutan subsider.

Beberapa kemungkinan melakukan perubahandalam suatu gugatan adalah meliputi hal-hal sebagai berikut :
1) Perubahan Total, gugatan diubah baik mengenai positanya maupun petitumnya, hal ini tidak dibenarkan karena mengakibatkan tergugat merasa dirugikan haknya untuk membela diri.
2) Perbaikan, maksudnya adalah melakukan perbaikan surat gugatan yang menyangkut hal-hal yang tidak prinsip hanya terbatas mengenai format, titik, koma atau kata.
3) Pengurangan, mengurangipada bagian-bagian tertentu dalam posita ataupun petitumnya, hal ini diperbolehkan, sebagai contoh semula penggugat menuntut nafkah madhiyah dalam komulasi perkara perceraian, namun hal tersebut dihilangkan karena tidak inginberbelit-belit.
4) Penambahan, melakukan penambahan dalam positaatau petitumnya, hal ini sering terjadi di mana dalam positanya telah diungkap panjang lebar, namun pada petitumnya tidak terdapat tuntutan.

Perubahan gugatan bila dilakukan secara tertulis jugabisa dengan lisan di muka persidangan majelis hakim, perubahan bisa dilakukan sepanjang tergugat belum memberikan jawaban, apabila sudah memberikan jawabannya, maka tergugat berkesempatan untuk setuju atau tidak setuju. Perubahan tidak dibenarkan dilakukan setelah pembuktian, dimana tinggal menunggu putusan majelis hakim.
Apabila penggugat bersikukuh mempertahankan gugatanatau permohonan yang diajukan dan tidak melakukan perubahan dalam surat gugatannya serta tidak mau berdamai, maka sidang dilanjutkan ke tahap berikutnya, yaitu jawaban tergugat.

F. 4. Jawaban Tergugat
Jawaban tergugat bisa dilakukan secara tertulis dan bisa dilakukan secara lisan. Di dalam mengajukan jawaban, tergugat bisa hadir secara pribadi atau mewakilkan kepada kuasa hukumnya. Ketidakhadiran tergugat secara pribadi atau wakilnya dalam sidang, walaupun mengirimkan surat jawaban, maka dalam hal seperti ini hakim harus mengenyampingkannya, kecuali dalam hal jawaban berupa eksepsi atau tangkisan bahwa pengadilan yang bersangkutan tidak berwenang mengadili perkara itu.

Pada tahap jawaban tergugat, ada beberapa kemungkinan yang bias dilakukan tergugat, yakni :
a. Eksepsi
Adalah sanggahan atau perlawanan yang dilakukan pihak tergugat terhadap gugatan penggugat yang tidak mengenai pokok perkara dengan maksud agar hakim menetapkan gugatan dinyatakan tidak diterima atau ditolak.
Penggugat yang mengajukan eksepsi disebut “excipien”. Ada 2 (dua) bentuk eksepsi, yakni dalam bentuk “prosesual eksepsi” (eksepsi formil) yakni eksepsi yang berdasar hukum formil dan dalam bentuk “materiil eksepsi” yaitu eksepsi dalam bentuk materiil.

b. Mengakui Sepenuhnya
Apabila seluruh dalil-dalil gugatan yang diajukan penggugat diakui sepenuhnya dalam tahap jawaban tergugat di persidangan, maka perkara dianggap telah terbukti dan gugatan dapat dikabulkanseluruhnya, dikecualikan dalam hal gugatan perceraian.
Khusus perkara perceraian, meskipun mungkin tergugat telah mengakui sepenuhnya mengenai alasan-alasan cerai yang diajukan penggugat, namun hakim tidak serta merta menerimanya, hakim harus berusaha menemukan kebenaran materiil alasan cerai tersebut dengan alat bukti yang memadai. Hal ini mengingat bahwa :
1) Perceraian adalah sesuatu yang dimurkai Allah. Karena meskipun perceraian itu telah mencapai suatu kondisi hukum yang halal karena telah mempunyai alasan-alasan yang cukup namun tetap dibenci oleh Allah SWT. Apalagi perceraian yang makruh lebih-lebih yang haram.
2) Undang-undang Perkawinan mempunyai prinsip mempersulit perceraian, karena begitu beratnya akibat perceraian yang terjadi baik bagi bekas suami maupun bekas isteri dan terutama bagi anak-anak mereka.
3) Untuk menghindari adanya kebohongan-kebohongan besar dalam hal perceraian tersebut.

c. Mengingkari Sepenuhnya
Jika tergugat dalam jawabannya mengingkari sepenuhnya dalam alasan-alasan yang diajukan penggugat dalam surat gugatannya, maka pemeriksaan dilanjutkan pada tahap berikutnya sampai dapat dibuktikan sebaliknya.

d. Mengakui dengan Klausula
Jika alasan-alasan atau sebagian alasan gugatan diakui tergugat, maka pengakuan itu harus seutuhnya diterima dan hakim tidak boleh memisah-misahkan, dan pemeriksaan dilanjutkan sebagaimana biasa.

e. Jawaban Berbelit-belit (Referte)
Jika tergugat memberikan jawaban berbelit-belit atau menyerahkan sepenuhnya (tidak mengingkari juga tidak mengakui) kebijakan majelis hakim, maka pemeriksaan berlanjut sebagaimana biasa.

f. Rekonvensi
Diantara hak tergugat dalam berperkara di muka sidang adalah hak mengajukan gugat balik (rekonvensi) terhadap penggugat. Dalam hal demikian kedudukan tergugat dalam konvensi berubah menjadi penggugat dalam rekonvensi, sebaliknya penggugat dalam konvensi juga berubah menjadi tergugat dalam rekonvensi.


F. 5. Replik Penggugat
Tahapan berikutnya setelah tergugat menyampaikan jawabannya adalah menjadi hak pada pihak penggugat untuk memberikan tanggapan (replik) atas jawaban tergugat sesuai dengan pendapatnya. Kemungkinan dalam tahap ini penggugat tetap mempertahankan gugatannya dan menambah keterangan yang dianggap perlu untuk memperjelas dalil-dalilnya, atau kemungkinan juga penggugat mengubah sikap dengan membenarkan jawaban atau membantah jawaban tergugat.

F. 6. Duplik Tergugat
Apabila penggugat telah menyampaikan repliknya, dan tergugat dalam tahap ini diberikan kesempatan untuk menanggapi replik penggugat. Isinya membantah jawaban sekaligus replik penggugat. Yang perlu diketahui bahwa acara jawab menjawab (replik-duplik) dapat diulangi sampai ada titik temu atau titik perselisihan antara penggugat dan tergugat, sebagai masalah pokok yang akan dibawa ke tahap pembuktian.

F. 7. Pembuktian
Pada tahap pembuktian, kesempatan untuk mengajukan alat-alat bukti diberikan kepada pihak penggugat maupun tergugat secara berimbang, biasanya dalam praktik perkara perceraian beban pembuktian lebih ditekankan ke[ada pihak penggugat / pemohon dimaksudkan untuk menguatkan gugatannya atau permohonannya.

F. 8. Kesimpulan (Konklusi) Para Pihak
Pada tahap kesimpulan (konklusi), baik pihak penggugat maupun tergugat diberikan kesempatan yang sama untuk mengajukan pendapat sebagai kata akhir dalam proses pemeriksaan, kesimpulan tersebut sesuai dengan pandangan masing-masing pihak, disampaikan dengan singkat.

F. 9. Putusan atau Penetapan Hakim
Setelah melalui tahapan-tahapan dalam pemeriksaan, maka pada tahap akhir yang ditunggu-tunggu kedua belah pihak baik penggugat maupun tergugat adalah adanya putusan atau penetapan. Pada tahap ini hakim merumuskan duduk perkaranya dan pertimbangan hukum (berdasar pendapat hakim) mengenai perkara tersebut disertai alasan-alasan dan dasar hukumnya.

No comments:

Post a Comment